Dr Manica Balasegaram adalah seorang Eksekutif Direktur Medecins Sans Frontieres (MSF). Ia juga merupakan dokter MSF yang menjalankan tugas di beberapa negara-negara dunia ketiga seperti Uganda, Sudan, Republic of Congo, Ethiopia, India and Bangladesh.
Dalam tulisannya di www.Ajazeera.com, ia menuliskan bahwa mahalnya obat-obatan di negara-negara dunia ke tiga bukanlah hal yang baru. Selama lima belas tahun pengambidannya sebagi dokter di beberapa negera dunia ketiga ia merasakan sendiri betapa sulitnya mencari obat bagi pasiennya. Obat-obatan sangatlah mahal, karena jika suatu negara tidak mampu membayar harga yang mahal untuk obat tersebut, maka ia tidak akan mendapatkan obat-obatan yang baru.
Selama menjadi dokter di MSF, ia pernah melihat sendiri kematian seorang anak di Uganda yang terkena malaria karena tidak diberikan obat yang layak untuk penyakitnya. Artemisinin yang merupakan obat utama malaria tidak bisa ia dapatkan, karenanya ia hanya menggunakan obat-obatan biasa yang memiliki efek yang rendah. Meninggalnya anak yang terkena malaria tersebut adalah pengalaman yang menyedihkan baginya sebagai seorang dokter.Pernah pada suatu ketia ia marah dengan pernyataan CEO Perusahaan Farmasi asal Jerman, Bayer. Marijn Dekkers (CEO Bayer) menyatakan, "Kami mengembangkan produk (obat) untuk pasar India, namun hanya untuk pasien Barat yang mampu membelinya". Dr Manica tekejut terhadap pernyataan tersebut, ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan farmasi tersebut adalah sebuah kesalahan dalam pengembangan industri farmasi saat ini.Saat ini, hak paten terhadap suatu obat hanya menciptakan suatu monopoli panjang. Perusahaan-perusahaan farmasi diberikan keleluasaan untuk mematok harga maksimum tanpa takut mendapatkan saingan dari perusahaan atau negara lain yang membuat obat yang sama. Antara pasien dan penyedia layanan kesehatan khusunya di negara-negara dunia ketiga menghadapi kondisi yang hampir mustahil. Apakah mereka harus membayar harga pasar yang mahal, atau mereka harus menunggu sampai perusahaan farmasi mendapatkan keuntungan maksimum hingga bersedia menurunkan harga obat, atau bahkan menunggu sampai hak paten pada obat-obat tertentu berakhir hingga bisa diproduksi tidak hanya oleh perusahaan-perusahaan monopli saja. Namun, menunggu dalam hal tersebut sama dengan kematian bagi pasien di negara-negara dunia ketiga.
Dalam tulisannya di www.Ajazeera.com, ia menuliskan bahwa mahalnya obat-obatan di negara-negara dunia ke tiga bukanlah hal yang baru. Selama lima belas tahun pengambidannya sebagi dokter di beberapa negera dunia ketiga ia merasakan sendiri betapa sulitnya mencari obat bagi pasiennya. Obat-obatan sangatlah mahal, karena jika suatu negara tidak mampu membayar harga yang mahal untuk obat tersebut, maka ia tidak akan mendapatkan obat-obatan yang baru.
Selama menjadi dokter di MSF, ia pernah melihat sendiri kematian seorang anak di Uganda yang terkena malaria karena tidak diberikan obat yang layak untuk penyakitnya. Artemisinin yang merupakan obat utama malaria tidak bisa ia dapatkan, karenanya ia hanya menggunakan obat-obatan biasa yang memiliki efek yang rendah. Meninggalnya anak yang terkena malaria tersebut adalah pengalaman yang menyedihkan baginya sebagai seorang dokter.Pernah pada suatu ketia ia marah dengan pernyataan CEO Perusahaan Farmasi asal Jerman, Bayer. Marijn Dekkers (CEO Bayer) menyatakan, "Kami mengembangkan produk (obat) untuk pasar India, namun hanya untuk pasien Barat yang mampu membelinya". Dr Manica tekejut terhadap pernyataan tersebut, ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan farmasi tersebut adalah sebuah kesalahan dalam pengembangan industri farmasi saat ini.Saat ini, hak paten terhadap suatu obat hanya menciptakan suatu monopoli panjang. Perusahaan-perusahaan farmasi diberikan keleluasaan untuk mematok harga maksimum tanpa takut mendapatkan saingan dari perusahaan atau negara lain yang membuat obat yang sama. Antara pasien dan penyedia layanan kesehatan khusunya di negara-negara dunia ketiga menghadapi kondisi yang hampir mustahil. Apakah mereka harus membayar harga pasar yang mahal, atau mereka harus menunggu sampai perusahaan farmasi mendapatkan keuntungan maksimum hingga bersedia menurunkan harga obat, atau bahkan menunggu sampai hak paten pada obat-obat tertentu berakhir hingga bisa diproduksi tidak hanya oleh perusahaan-perusahaan monopli saja. Namun, menunggu dalam hal tersebut sama dengan kematian bagi pasien di negara-negara dunia ketiga.
Sistem yang ada saat ini juga menunjukan bahwa terdapat obat-obatan yang tidak dikembangkan sama sekali. Menurut Dr Manica terdapat beberapa penyakit yang tidak ada dikembangkan obatnya selama setengah abad atau lebih. Hal tersebut karena penelitian dan pengembangan obat tersebut tidak menguntungkan bagi perusahaan farmasi.
Menurut Dr Manica, kita perlu menemukan solusi untk membiayai penelitian yang memungkinkan pengembangan suatu obat bisa didapatkan oleh siapa saja. Ide ini adalah sesuatu yang luar biasa, karena jika ada pihak lain diluar perusahaan farmasi besar tersebut, dapat mengembangkan obat-obat yang dibutuhkan oleh negera dunia ketiga, maka harga obat akan menurun dan berahirlah monopoli harga obat oleh perusahaan farmasi di negara-negara barat.
Menurutnya sudah saatnya kita melakukan perlawanan terhdap sistem yang salah terhdap penelitian dan pengembangan obat dunia. Obat-obatan seharusnya dapat dinikmati tidak hanya oleh pasien di negara-negara barat yang kaya, tetapi juga di ngera-negara dunia ketiga baik di Afrika maupun Asia.
Menurut Dr Manica, kita perlu menemukan solusi untk membiayai penelitian yang memungkinkan pengembangan suatu obat bisa didapatkan oleh siapa saja. Ide ini adalah sesuatu yang luar biasa, karena jika ada pihak lain diluar perusahaan farmasi besar tersebut, dapat mengembangkan obat-obat yang dibutuhkan oleh negera dunia ketiga, maka harga obat akan menurun dan berahirlah monopoli harga obat oleh perusahaan farmasi di negara-negara barat.
Menurutnya sudah saatnya kita melakukan perlawanan terhdap sistem yang salah terhdap penelitian dan pengembangan obat dunia. Obat-obatan seharusnya dapat dinikmati tidak hanya oleh pasien di negara-negara barat yang kaya, tetapi juga di ngera-negara dunia ketiga baik di Afrika maupun Asia.
No comments:
Post a Comment