Pages

Saturday, October 03, 2015

Etika Sufi dalam Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Manusia Modern (Bagian 2)

Sumber gambar: www.themosqueinmorgantown.com
Sepertinya Descartes mengisyaratkan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kecakapan rasionalnya. Akan tetapi, dalam praktiknya, Rasionalisme Descartes membawa probelem-problem serius dalam etika manusia modern saat ini. Di tempat lain Nasr menyimpulkan bahwa dekadensi humanistik pada zaman modern ini disebabkan manusia telah kehilangan pengetahuan langsung mengenai diri dan keakuan yang selalu dipeliharanya. Pengetahuan langsung mengenai diri terkait dengan identitas atau jatidiri sejati manusia.

Irfan adalah yang menekankan pada perspektif ang berbasis Ketunggalan Wujud (wahdat al-wujud) mengandaikan pengetahuan langsung tentang jatidiri manusia sehingga pada gilirannya, dapat menghilangkan keakuan manusia sebagaimana dipelihara oleh Filsafat Rasionalisme. Keakuan dalam Filsafat Rasinalisme memiliki pengerti yang senada dengan nafs, yang dalam psikologi sufi kadang diterjemahkan sebagai “ego”, “diri” atau “jiwa”.
Sebelum membahas lebih lanjut agaknya harusdipahami terlabih dahulu ragam perbedaan antara akhlak dan ‘irfan dari segi praktis maupun teoritisnya. Pada aspek pertama,, ‘irfan terkait dengan pemahaman mengenai wujud, yakni Tuhan, manusia, dan alam. Menurut Mut}t}ahari, aspek ini memiliki kesamaan dengan filsafat karena keduanya menafsirkan hakikat alam semeseta. Perbedaannya adalah ‘irfan mendasarkan kesimpulannya tentang prinsip-prinsip wujud pada penyingkapan mistis (kasyf) baru kemudian membahasakannnya, sementara filsafat semata-mata bersandar pada prinsip-prinsip rasional.
Ontologi ‘irfan dalam banyak hal berbeda dengan filsafat. Dalam filsafat, baik Tuhan maupun segala sesuatunya memiliki realitas, dengan perbedaan bahwa jika Tuhan adalah Wujud Niscaya (Wajib al-Wujud) maka selain Tuhan hanyalah wujud-wujud kontigen (Mumkin al-Wujud) yaitu wujud yang hanya ada karena Wajib al-Wujud. Berbeda dengan filsafat, ontologi ‘irfan tidak memberi tempat bagi segala sesuatu selain Tuhan untuk eksis di samping Dia sekalipun segala sesuatu itu adalah efek-efek dari-Nya. Wujud Tuhan mencakup dan meliputi segala sesuatu. Maka dengan kata lain, segala sesuatu merupakan nama-nama, kualitas-kualitas dan manifestasi-manifestasi Tuhan, bukan eksisten-eksisten di samping-Nya.
Dari sisi tujuan, ada perbedaan antara filsfat dan ‘irfan. Filsafat bertujuan untuk memahami dunia, ingin membentuk dalam pikirannya suatu gambaran tentang ranah eksistensi yang benar dan sempurna secara relatif. Dengan demikian, filsafat dapat didefinisikan sebagai perkembangan (akhir) dari subjek rasional (‘alim) menuju alam aktual (‘alam). Adapun ‘irfan tidak berurusan dengan akal dan pemahaman. Ia hanya ingin sampai pada realitas eksistensi, Tuhan, untuk menjadi terhubung dengannya dan menyaksikannya. Maka pada intinya, sarana filusuf adalah akal, logika, dan deduksi; sementara ‘arif adalah hati, perjuangan spiritual, penyucian dan pendisiplinan diri dan dinamika batin.
Sementara dalam praktisnya ‘irfan serupa dengan akhlak dengan sejumlah perbedaan. Pertama, ‘irfan membahas hubungan manusia dengan dirinya, dengan alam, dan dengan Tuhan, meski yang lebih utama adalah hubungannya dengan Tuhan; di sisi yang lain, sistem akhlak tidak menganggap penting hubngan antara manusia dan Tuhan untuk didiskusikan. Hanya sistem akhlak berdasarkan agama yang memberi perhatian tentang masalah ini. Kedua, perbedaan antara akhlak dan ‘irfan terletak pada metodologi kemajuan spiritual, sayr wa suluk; ‘rfan sangat memperhatikan proses ini sehingga bersifat dinamis, sedangkan akhlak bersifat statis. ‘Irfan membicarakan titik pemberangkatan perjalanan, tujuan akhir, kedudukan dan keadaan spiritual, sementara akhlak fokus pada perbaikan dan perkembangan jiwa, yang khas sebgai pandangan filsafat moral, seperti kebaikan, kejujuran, keikhlasan, kesucian, kemurahatian, keadilan, dan lain sebgainya. Ketiga, elemen-elemen spritual dalam akhlak terbatas pada konsep-konesep dan gagasan-gagasan yang secara umum sama; sementara, elemen-elemen ‘irfan lebih mendalam dan ekspansif.
Demikianlah bahwa ‘Irfan saat ini kembali dilahirkan untuk menjawab setiap persoalanan yang ada pada manusia modern, tertutama tentang upaya untuk memulihkan manusia dari dekadensi moral akibat Filsafat Rasionalisme yang menghancurkan metafisika sebagai akar dan tujuan dari segala ilmu pengetahuan dan peradaban manusia.

Etika Sufi dalam Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Manusia Modern (Bagian 1)

No comments:

Post a Comment