Pages

Friday, October 02, 2015

Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Berfikir Rasional

Sumber gambar: www.taringa.net
Dalam rekam sejarah manusia, masyarakat Yunani adalah masyarkat yang telah memikirkan posisi manusia secara lebih mendalam dalam kehidupan. Pada awalnya manusia sudah merasa bahwa dirinya memiliki posisi sebagai bagian dari alam semesta, pandangan ini kemudian disebut sebagai kosmosentrisme.  Kosmosentrisme memandang manusia sebagai bagian dari alam dan harmonisasi antara manusia dan alam adalah sebuah keniscayaan. 


Sumber gambar: www.pinterest.com
Socrates (470-399 SM), salah seorang filsuf kenamaan Yunani Kuno, menegaskan bahwa apa yang selama ini dipelajari oleh segala macam ilmu pengetahuan sebenarnya belajar tentang manusia. Menurutnya pada diri manusia terpendam segala jawaban mengenai berbagai persoalan dunia. Manusia bertanya tentang dunia dan setiap manusia mempunyai jawabannya masing-masing tentang dunia. Akan tetapi seringkali manusia tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-jawaban dari berbagai persoalan yang dipertanyakan. 
Untuk menggugah manusia agar dapat memunculkan jawaban terhadap segala persoalan yang dipertanyakannya, manusia memerlukan orang lain. Dengan adanya orang lain maka muncullah dialektika yang dari dialektika tersebut maka rasio manusia sebagai alat utama pemacah segala persoalan akan terus terasah. Dialektika ini lambat laun akan menjurus pada suatu pertanyaan puncak yaitu "siapa saya?". Socrates berpendapat bahwa  mengetahui diri adalah suatu kewajiban yang harus diketahui oleh manusia, karena dari mengetahui diri maka manusia akan mengetahui hal-hal diluar dirinya. Ia kemudian mengajak orang-orang untuk berfikir tentang hakikat kehidupannya. Metode pencarian kebenaran dengan cara dialog dan merangsang manusia untuk mengeluarkan ide dan pemikirannya terhadap sesuatu yang terdalam tersebut disebut metode induktif.
Sumber gambar: www.pinterest.com
Pemikiran Socrates tersebut dilanjutkan oleh Plato (427 – 348 SM) yang juga merupakan murid Socrates. Rangsangan untuk memikirkan hakikat manusia membawa Plato dalam pemikiran bahwa jiwa (spirit) manusia adalah entitas nonmaterial yang dapat terpisah dari tubuh. Jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat hancur alias abadi. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada dua yaitu rasio dan kesenangan (nafsu). Dua unsur yang hakiakt ini dijelaskan Plato dengan permisalan seorang yang makan kue atau minum sesuatu. Menurut ‘nafsu’-nya, makan dan minum adalah proses yang menyenangkan, sementara menurut ‘rasio’-nya, dapat saja ia mengatakan bahwa makanan dan minuman itu berbahaya. Dalam operasinya, Plato mengandaikan jiwa itu sebagai kuda putih yang menarik kereta bersama kuda hitam (nafsu), yang dikendalikan oleh kusir (rasio) yang berusaha mengontrol laju kereta, dan agar kuda hitam (nafsu) selalu sejalan dengan kuda putih (spirit). 

No comments:

Post a Comment