Pages

Saturday, September 19, 2015

Benarkah Bayi Bisa Dihasilkan Tanpa Peran Perempuan?

Manusia adalah citra Tuhan, demikianlah kiranya salah satu doktrin dalam pemikiran filsafat atau
mistisisme. Maka dikarenakan hal tersebut, manusia memiliki potensi-potensi sifat-sifat Tuhan, salah satunya adalah "Ilmu". Dengan ilmu yang dimilikinya manusia dapat membuat sebuah rekayasa terhadap alam semesta sesuai dengan keinginannya, termasuk 'membuat' manusia tanpa peran dari wanita.
Dalam berita yang dimuat oleh www.kompas.com tanggal 2 Maret 2015. Naoke Irie dari Welcome Trust Cancer Research University of Cambdridge pada 15 Januari 2015 lalu memublikasikan makalah hasil penelitian menarik di jurnal Cell tentang peran SOX 17 dalam mengatur perkembangan primordial germ cell (PGC). PGC sendiri bisa dikatakan sebagai sel puncak yang akan berkembang menjadi sel telur dan sel sperma. Perkembangan PGC ditentukan oleh sejumlah gen serta hormon yang diproduksi oleh tubuh.
Selama ini, gen yang dikenal sebagai penentu perkembangan PGC bernama keluarga gen SOX. Dalam penelitian, Irie beserta rekannya menemukan bahwa SOX17 pun berperan menentukan perkembangan PGC, apakah akan menjadi sel sperma atau sel telur.
Dengan mengetahui peran gen tersebut, peluang untuk merekayasa perkembangan sel bisa dilakukan. Misalnya, hormon atau zat kimia tertentu dimanfaatkan untuk menginduksi agar PGC berkembang menjadi sel telur, meskipun berasal dari tubuh laki-laki.
Karena PGC dari tubuh laki-laki membawa kromosom X, sel telur yang dihasilkan nantinya bisa berfungsi. Sel telur itu selanjutnya bisa dibuahi oleh sperma dari laki-laki lain sehingga menghasilkan zigot dan kemudian berkembang menjadi embrio.
Meski perempuan tidak dibutuhkan dalam proses menghasilkan bayi, ibu wali tetap dibutuhkan untuk membawa embrio sehingga memungkinkannya berkembang menjadi bayi yang dilahirkan 9 bulan 10 hari kemudian.
Tekhnologi ini, digagang-gadang menjadi solusi alternatif bagi pasangan homo seksual yang mengingikan anak biologis dari gen mereka berdua. Akan tetapi bagaimana peran "ibu wali" yang rahimnya dipakai untuk membesarkan embrio terebut? Apakah dinafikan bagitu saja, sedangkan nutrisi yang didapatkan embrio selam di dalam rahim mendapatkan nutrisi yang berasal dari tubuh "ibu wali" tersebut?
Saya tidak mengatakan bahwa penggunaan teknologi tersebut adalah sebuah hal yang menyalahi kodra Tuhan. Tidak sama sekali, karena pengetahuan tersebut tidak akan pernah ditemukan jika tidak dikehendaki oleh Tuhan. Karenanya bukan pengetahuannya yang dilarang. Setiap pengetahuan manusia, terutama sains pada hakikatnya bersifat relatif. Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk kebaikan manusia namun juga dapat digunakan untuk keburukan manusia. Sama halnya sebuah pisau yang dapat digunakan untuk memasak namum dapat juga untuk membunuh. Karenanya permasalahannya terletak pada bagaimana kita manusia memanfaatkan sains yang telah dikembangkan.
Memang benar, jika sains adalah untuk sains. Akan tetapi penggunakan hasil temuan sains tetap harus melalui pertimbangan yang matang dan berwawasan luas. Tidak hanya untuk menuruti hawa nafsu dan menjadi pembelaan terhadap perilaku yang salah.

No comments:

Post a Comment